Thursday, December 4, 2008

Find many cases in Hijr Ismail (Indonesian Language)

78. MELIHAT BANYAK HAL DI HIJR ISMAIL
Seusai sholat dan berdo'a, kami terus pergi bersama-sama menuju Hijir Ismail. Kami seberangi arus jamaah yang sedang asyik melakukan tawaf. Kami semua saling berdekatan dengan maksud agar bisa sama-sama tolong-menolong dalam perjalanan ke Hijr Ismail ini. Pak tua berada pada baris terdepan, saya dan istri di tengah, sementara Bapak setengah tua berada di belakangku. Cukup mudah untuk melaluinya. Entah kenapa semua jemaah seperti lebih mementingkan memberi jalan kami dari pada melanjutkan tawafnya. Mungkin tuhan sedang memberi kelapangan dalam perjalanan kami. Sehingga dengan sangat mudahnya sampai ke pintu Hijr Ismail. Hijr ismail ini hanya sebuah tempat yang terdiri dari setengah lingkaran saja. Di dalamnya penuh dengan orang-orang yang sedang melaksanakan sholat. Ke sinilah tujuan kami dengan maksud agar bisa pula melalakukan sholat sunnah. Begitu pak tua masuk, kamipun terus bisa masuk bersama-sama orang lainnya. Kami melewati pintu Hijr Ismail yang hanya sekitar 1 Meter lebarnya. Di saat kami sedang berada di pintu masuk, rupanya polisi penjaga sudah menilai bahwa ruangan Hijr Ismail sudah terlalu padat. Jadi penjaga ini langsung berusaha untuk mengeluarkan saya dari Hijr Ismail, sementara pak tua sudah duluan masuk ke tempat itu. Dalam waktu itu juga, tiba-tiba sorang Negro datang melintas di antara saya dan polisi yang melarang itu. Polisi itu juga melarang Negro ini, tapi Negro ini melawan. Polisi itu berusaha menghalangi tubuh Negro ini, tapi malah Negro ini menepiskan tangan polisi itu. Mereka saling adu mulut dan saling menepiskan tangan. Ketika mereka lagi asyik bertengkar, saya dan istri menyempatkan diri masuk dan berusaha ke tengah-tengah jamaah yang ada dalam Hijir Ismail. Sehingga kami berhasil masuk dan tinggal Negro tadi yang masih adu tangan dan hampir nampak seperti berkelahi. Setelah kami masuk, segera kucari tahu bagaimana nasib Bapak setengah tua. Rupanya dia dan istrinya masih berdiri di bagian luar. Rupanya mereka tidak bisa masuk walau polisi itu masih terus melayani Negro tadi. Hingga setelah Negro tadi mengalah, masih banyak juga yang berusaha masuk, tapi semuanya tidak mendapat izin lagi dari penjaga. Bapak setengah tua hanya bisa menonton saat ini. Saya kasihan melihat mereka, tapi tentu saya juga takkan mampu menolong. Bahkan saya begitu heran dengan kehadiran Negro tadi. Kenapa ia datang tiba-tiba. Kalau dia manusia, berarti benar-benarlah tuhan telah menggerakkan hatinya untuk memasuki Hijr Ismail saat itu, sehingga saya bisa masuk di saat mereka bertengkar. Karena keajaiban ini, saya benar-benar tidak bisa memastikan seseorang itu manusia, atau juga malaikat. Tapi sungguh banyak keganjilan yang saya hadapi sejak saya sampai di negeri Mekkah ini.
Di dalam Hijr Ismail, kami bisa sholat dengan khusuknya. Kami bisa berzikr, saya bahkan masih sempat melihat dan memperhatikan lokasi itu termasuk dinding dan pondasi Kakbah. Kuperhatikan bahwa di bagian bawah Kakbah ini, ada pagar yang terbuat dari tali serabut. Tali sebesar pergelangan tangan, tapi hanya seutas saja. Tiang-tiangnya tidak seberapa tinggi. Bahkan lutut saya lebih tinggi dari pada pagar itu.
Sewaktu saya baru selesai melakukan sholat sunnah, tiba-tiba saya mendengar sesuatu. Suaranya seperti suara bebek sedang minum dan mengisap air. Lalu kuperjelas, ternyata ada seorang laki-laki tua berbangsa Negro yang sedang asyik menjilati Kakbah. Dia dengan seriusnya menjilati Kakbah ini dengan lidahnya. Entah kenapa dia berbuat begitu. Pada mulanya saya terheran melihatnya, tapi lama-lama saya jadi tertawa. Lalu kuberi tahu pada istriku. Diapun jadi tersenyum karena melihat perbuatan Negro yang terlalu lucu itu. Wajahnya sangat mirip dengan seorang aktor di serial TV berjudul Little Misi, yang berkisahkan tentang perbudakan di Brasilia. Tapi sayang saya tidak sempat menegurnya, sebab saya terlalu asyik membaca amalan-amalan ibadah di sini. Dan lagi pula saya sangat tidak suka untuk berkenalan dengan orang lain di ruangan Hijr Ismail ini.
Dalam waktu ini juga, kulihat seorang petugas mesjid datang membawa semprot farfum. Dia menyiram Kakbah dengan wangi-wangian. Sejak ini barulah saya tahu rupanya daerah sekitar Kakbah sangat wangi karena diberi wangi-wangian. Begitu petugas mesjid ini berlalu, saya masih melihat seorang Negro yang masih terus dengan perbuatannya yang saya nilai lucu, padahal Kakbah hanya bangunan biasa. Yang mula pertamanya dibangun nabi Adam, kemudian dilanjutkan oleh nabi Ibrahim dan kemudian
dilanjutkan perbaikannya di zaman nabi Muhammad. Dan belakangan ini telah dibangun lebih megah oleh pemerintah Kerajaan Saudi Arabia.
Setelah kami merasa cukup puas beribadah di dalam Hijr Ismail ini, dan banyak yang sudah saya saksikan di tempat ini, kamipun berusaha untuk keluar lagi dan berkumpul lagi dengan semua teman-teman lainnya.

No comments: